Laman

Selasa, 08 Oktober 2013

AYAT-AYAT SETAN DAN SALMAN RUSHDIE

Menarik juga, majalah Tashfiyah pernah mencoba mengangkat beberapa kasus pelecehan terhadap Rasulullah. Di antara yang diambil contoh adalah novel Ayat-Ayat Setan karya Salman Rushdie.

Ayat-Ayat Setan yang aslinya berjudul The Satanic Verses adalah novel keempat Salman Rushdie, seorang penulis Inggris yang lahir di India. Novel itu terbit pertama kali pada 1988. 

Tidak lama, Ayat-Ayat Setan segera mengundang banyak perhatian. Para kritikus sastra di Kerajaan Inggris Raya segera menerima kehadiran novel Rushdie itu dengan baik. Penulisnya sendiri hampir mendapat penghargaan Booker Prize untuk tahun 1988. 

Berbeda dengan umat Islam. Di India, novel itu segera dilarang beredar. Di Pakistan, pada 1989, meletus kerusuhan di tengah masyarakat.

Di Inggris sendiri, komunitas muslim setempat mengadakan demonstrasi memrotes kemunculan novel itu dan membakar bereksemplar-eksemplar di tengah demonstrasi tersebut. Salah seorang tokoh muslim Inggris yang paling liberal,  Dr. Zaki Badawi, mengecam keras novel itu. Dalam kata-katanya, isi novel itu “bagi seorang muslim jauh lebih menjijikkan daripada jika ia memperkosa putrinya sendiri.”

Di Indonesia juga demikian. Ironisnya, di sejumlah kampus perguruan tinggi di Pulau Jawa, segelintir mahasiswa mencari dan menyimpan kopian buku aslinya untuk dibaca sendiri atau dibaca teman masing-masing.

Isi novel itu memang melukai kaum muslimin. Betapa tidak, Rushdie melukiskan Rasulullah sebagai seorang laki-laki pendusta yang mengaku-ngaku mendapat wahyu dari langit. Rushdie juga menghina Aisyah, sahabat-sahabat Rasulullah yang lain, bahkan Malaikat Jibril.

Dalam novel itu, Rasulullah direpresentasikan lewat sosok laki-laki yang bernama Mahound. Malaikat Jibril disebut sebagai “perantara” yang muncul dalam mimpi-mimpi dan penampakan-penampakan yang dilihat Mahound. Aisyah dilukiskan sebagai anak perempuan belia yang bernama Ayesha dan diperistri Mahound sebagai tanda kebolehan untuk berpoligami di tengah-tengah pengikutnya.

Dengan penghinaan yang ada di dalamnya, banyak negara muslim yang mencekal peredaran novel itu. Sayangnya, pencekalan itu bukan berarti pencekalan karya-karya Rushdie yang lainnya. 

Terbukti, karya Rushdie yang berjudul Midnight’s Children diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia oleh Penerbit Serambi, Jakarta. Buku yang lain, Harun dan Samudra Dongeng, tidak hanya diterbitkan oleh Serambi, tetapi malah mendapatkan pujian dari sejumlah tokoh yang dimuat di majalah TEMPO. Demikian pula dengan karya Rushdie yang berjudul Luka dan Api Kehidupan yang diterbitkan (lagi-lagi) oleh Serambi pada 2011 lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar