Laman

Sabtu, 08 Desember 2012

Bani Abbasiyah


Kemunculan Bani Umayyah beriring dengan kemunculan kelompok Nashibiyah. Kelompok ini adalah kelompok yang betul-betul membenci Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Mereka selalu menjelek-jelekkan Ali dan keturunannya, baik di mimbar-mimbar, di majelis-majelis pertemuan, ataupun di tempat-tempat biasa seperti di jalan. Kelompok Nashibiyah adalah lawan dari kelompok Syiah. Kedua kelompok itu termasuk ke dalam kelompok-kelompok menyimpang dalam Islam.

Di akhir pemerintahan Bani Umayyah, geliat kelompok Syiah menguat. Di dalam barisan mereka, ikut serta pula kekuatan dari kalangan Bani Hasyim, khususnya keturunan Abbas bin Abdil Muththalib. Bani Hasyim adalah orang-orang keturunan Hasyim bin Abdi Manaf, salah seorang pemuka Quraisy sebelum Rasulullah lahir.

Bersama kelompok Khawarij yang membenci kelakuan-kelakuan anggota Bani Umayyah, mereka menyiapkan dan melancarkan pemberontakan bersenjata terhadap pemerintahan Bani Umayyah. Dalam perjalanan waktu gabungan kelompok pemberontak menjadi keturunan Abbas sebagai pemimpin gerakan.
Didukung oleh keadaan-keadaan waktu itu, gerakan mereka berhasil menggulingkan kekuasaan Bani Umayyah. Lewat intrik-intrik politik, Bani Abbasiyah berhasil menyingkirkan kekuatan kolompok Khawarij dan Syiah. Sejak saat itu, Bani Abbasiyah memegang kekuasaan atas negeri-negeri kaum muslimin—kecuali semenanjung Iberia (Andalus)—selama hampir 500 tahun.

Akidah Islam Masa Bani Abbasiyah

Dalam Sunan Abi Dawud, pada "Kitab As-Sunnah Bab Syarhus Sunnah," terdapat sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari sahabat Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu 'anhu yang mengabarkan tentang perpecahan umat Islam menjadi berkelompok-kelompok.

أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوْا عَلىَ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّة وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاث وَسَبْعِيْنَ اثْنَتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٍ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَة

Rasulullah bersabda,

"Ketahuilah. Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari ahlul kitab berpeca-belah menjadi 72 golongan. Dan umat (Islam) ini akan berpecah-belah menjadi 73 golongan; 72 golongan di Neraka, 1 golongan di Surga. Satu golongan itu adalah yang mengikuti jama'ah." [Hadits ini dihasankan oleh Muhammad Nasiruddin Al-Albany dalam Shahih Abi Dawud hadits nomor 4597].

Sebagaimana telah lewat, perpecahan yang terjadi sudah dimulai sejak masa khalifah Usman bin Affan. Dari dua kelompok menyimpang, perpecahan itu melebar menjadi beberapa kelompok lagi. Pada masa Bani Abbasiyah, perpecahan tersebut makin menjadi-jadi. Semua itu adalah ketentuan yang tidak dapat ditolak oleh kaum muslimin.

Semula, pemerintahan Bani Abbasiyah memiliki kedekatan dengan kelompok Syiah. Akan tetapi, pada masa keemasan mereka, ketika khalifah Harun Ar-Rasyid memerintah, Bani Abbasiyah memiliki kedekatan dengan akidah Islam yang benar. Pada waktu, kelompok-kelompok menyimpang semisal Syiah, Mu'tazilah dan Khawarij mendapatkan tekanan dari penguasa.

Muktazilah mendapatkan angin sejak khalifah Al-Makmun berkuasa. Mereka menjadikan akidah Muktazilah sebagai dasar negara. Inkuisisi, pemeriksaan akidah, dilaksanakan pada waktu itu dan banyak menelan korban. Ahmad bin Hanbal, seorang guru hadits di Bagdad, berhasil mempertahankan akidah yang benar meski mendapatkan tekanan dari penguasa. 

Keadaan tersebut berubah ketika khalifah Al-Mutawakkil berkuasa. Sejak saat itu, kelompok Mu'tazilah terpinggirkan. Akan tetapi, perdebatan dalam bidang agama terus terjadi. Isu pokok yang diangkat adalah kedudukan akal di depan wahyu.

Pengaruh-pengaruh yang masuk ke dalam negeri kaum muslimin turut memengaruhi perdebatan itu. Beberapa khalifah Bani Abbasiyah justru menjadi sponsor utama di balik penerjemahan naskah-naskah kuno Yunani. Bermunculan pula kemudian para pengagum filsafat Yunani yang terus mempertahankan akidah Mu'tazilah. Di sisi lain, muncul orang-orang yang berusaha mencari kompromi antara akal dan wahyu. Mereka tidak dapat menolak peran akal.

Salah satu di antara mereka adalah Abu Musa Al-Asy'ari. Ia adalah penganut Mu'tazilah yang bertobat dan berusaha mendalami akidah yang dipegang oleh Ahmad bin Hanbal. Di usahanya itu membuahkan hasil, ia memunculkan sebuah akidah baru yang akan berpengaruh di negeri-negeri kaum muslimin kelak. Sejarah merekam pengaruh tersebut selama berabad-abad peradaban Islam.

Kelompok Asy'ariyah menganggap bahwa Allah hanya memiliki tujuh sifat. Selain itu, mereka yakin, bahwa Al-Qur'an bukan kalam Allah. Dalam masalah iman dan takdir, mereka memiliki akidah yang sama dengan kelompok Jahmiyah. Akidah seperti ini terus dipegang dan disebarkan oleh para pengikutnya, meskipun Abu Musa Al-Asy'ari sendiri bertobat di akhir hidupnya.

Ada banyak kelompok menyimpang yang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah. Kelompok Khawarij semakin terpecah menjadi kelompok-kelompok yang banyak. Demikian pula dengan kelompok Syiah, mereka terpecah-pecah kembali. Pada masa Bani Abbasiyah, muncul dan berkembang kelompok Sufi. Mereka pun kemudian terpecah-pecah lagi menjadi bermacam-macam kelompok.

Akidah Islam yang benar menjadi semakin terkaburkan pada masa Bani Abbasiyah itu. Kebanyakan orang yang mencari kebenaran berpaling kepada para guru hadits. Mereka bergabung ke dalam lingkaran guru-guru hadits itu dan berusaha kembali kepada Qur'an dan Hadits berdasarkan pemahaman para sahabat Rasulullah dengan mempelajari ilmu sanad (ilmu tentang rantai riwayat).

Bagaimana pun, keadaan itu berkembang hanya dalam skala kecil. Pengaruh yang datang dari luar, terutama dari filsafat Yunani yang membanjiri negeri-negeri kaum muslimin pada era penerjemahan, memengaruhi banyak kaum muslimin, sehingga wahyu banyak dipahami oleh logika dan pada akhirnya banyak ketentuan-ketentuan yang datang dari Allah dan Rasulullah ditinggalkan.

Pencapaian-Pencapaian Bani Abbasiyah

Tahun-tahun pertama pemerintahan Bani Abbasiyah adalah tahun-tahun berdarah. Khalifah pertama mereka, As-Saffah, adalah sosok khalifah berdarah dingin. Bersama pasukannya, ia banyak membantai anggota Bani Umayyah, kelompok Syiah dan Khawarij. Peradaban seakan-akan berhenti pada masa itu.

Kaum muslimin mulai merasakan pencapaian-pencapaian Bani Abbasiyah pada masa khalifah Al-Manshur. Kota Bagdad dibangun olehnya menghabiskan biaya besar. Usaha itu kemudian diiringi dengan menghidupkan kegiatan intelektual. Puncak keemasan Bani Abbasiyah baru diraih pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid.

Meneruskan tradisi yang pernah dijalankan Bani Umayyah, khalifah-khalifah Bani Abbasiyah banyak mengusahakan pendirian sarana-sarana umum. Kota Bagdad sendiri adalah monumen mereka akan itikad itu. Di Bagdad, selain terdapat masjid dan istana megah juga terdapat Baitul Hikmah. Para sarjana Barat menganggap Baitul Hikmah ini sebagai puncak raihan dalam peradaban Islam.

Pada masa Bani Abbasiyah juga, perluasan wilayah Islam terus dilakukan. Berbeda dari Bani Umayyah, wilayah yang luas ini disiasati oleh para khalifah Bani Abbasiyah dengan mempekerjakan tenaga-tenaga bayaran. Untuk urusan administrasi, mereka mempekerjakan orang-orang Persia dan Transoxiana. Bahasa Arab pun mulai ditinggalkan sebagai bahasa resmi pemerintahan. 

Apabila perluasan wilayah kekuasan Islam dinilai sebagai jihad dan itu adalah ibadah pada masa Rasulullah, khalifah-khalifah yang empat, dan Bani Umayyah, maka pada masa Bani Abbasiyah perluasan wilayah menjadi tugas profesional. Pemerintah Bani Abbasiyah mempekerjakan tentara bayaran untuk urusan keamanan dan peperangan. Biasanya yang menjadi tenaga bayaran adalah orang-orang Transoxiana juga.

Korps pegawai Transoxiana dikenal sebagai orang-orang Turki. Mereka memilki budaya sendiri. Pertemuan antara Islam dan budaya mereka tidak memengaruhi budaya mereka secara keseluruhan. Pada masa Bani Abbasiyah, perkembangan yang terjadi adalah peminggiran orang-orang Arab sebagai unsur pendukung budaya Islam.

Dalam buku-buku sejarah Islam tulisan sarjana-sarjana Barat, masa Bani Abbasiyah adalah masa-masa penemuan terbesar dalam Islam. Ketika orang-orang Eropa berada dalam abad-abad kegelapan (Dark Ages), banyak tokoh-tokoh muslim yang berhasil melakukan lompatan-lompatan besar dalam bisang pengetahuan. 

Bidang kedokteran adalah bidang yang paling maju pada masa Bani Abbasiyah. Karya-karya tulis yang dihasilkan pada waktu itu, terbukti menjadi rujukan kedokteran dunia berabad-abad. Selain itu, bidang matematika, fisika, kimia, dan kesenian menjadi tempat kemunculan karya-karya besar. Para penggiat bidang-bidang itu adalah orang-orang yang masuk dalam lingkaran Baitul Hikmah.

Pada masa Bani Abbasiyah, majelis-majelis guru hadits terbentang dari Mesir sampai ke Transoxiana. Para pencari hadits menempuh perjalanan menuju kota-kota yang ada dalam bentangan wilayah itu. Pada masa ini pula, Qur'an dan Hadits dikuasai oleh orang-orang di luar Arab. Kitab-kitab kumpulan hadits ditulis oleh ulama-ulama non-Arab. Demikian pula dengan kitab-kitab akidah, fikih, akhlak, bahasa, dan sejarah banyak ditulis oleh orang-orang non-Arab.

Kemunduran Bani Abbasiyah

Faktor akidah adalah faktor penting yang memengaruhi jalan peradaban Islam. Sejauh ini, akidah kaum muslimin banyak dipengaruhi oleh cara berpikir di luar Islam. Wilayah kekuasaan yang meluas ternyata banyak berpengaruh. Budaya daerah-daerah yang baru ditaklukkan ikut mendorong terjadinya pencampuran antara akidah Islam dan akidah agama-agama lama mereka.

Usaha-usaha perbaikan terus dilakukan oleh para guru hadits. Kebanyakan dari mereka menerapkan ilmu sanad untuk menentukan kesahihan cara beribadah dalam Islam. Mereka melakukan seleksi ketat dalam cara berpikir. Dalam prakteknya, usaha-usaha mereka itu banyak dilakukan di luar lembaga-lembaga resmi pemerintah semisal Baitul Hikmah.

Penggunaan tenaga dari luar Arab mengakibatkan kemunculan solidaritas orang-orang terjajah. Sebagai orang-orang taklukkan, mereka memandang anggota Bani Abbasiyah sebagai wakil Arab yang menjajah mereka. Cara pandang ini melandasi berbagai usaha-usaha terselubung untuk memanfaatkan wewenang yang dipegang oleh orang-orang Turki itu.

Dalam perjalanan pemerintahan Bani Abbasiyah, terdapat sejumlah khalifah yang dikhianati oleh tenaga-tenaga bayaran itu. Dalam hal ini, tentara bayaran banyak memainkan peran pemberontakan terselubung. Pada kenyataannya, para khalifah tidak lagi memiliki pasukan-pasukan yang loyal terhadap Bani Abbasiyah. Mereka sering kali menjadi boneka orang-orang Turki yang mereka pekerjakan.

Keberlimpahan harta adalah satu sisi buram yang terus menggerogoti wibawa khalifah. Sering kali terjadi pembangunan sarana-sarana umum yang megah tidak diimbangi oleh kelakuan pribadi para khalifah. Banyak di antara mereka yang jauh dari agama dan hanyut dalam kemaksiatan-kemaksiatan.

Ancaman serius muncul dari kelompok-kelompok menyimpang. Beberapa kelompok berubah menjadi satuan-satuan bersenjata yang tidak tertandingi oleh tentara-tentara bayaran khalifah. Pada titik tertentu, mereka mendirikan negara sendiri yang bebas dari kekuasaan Bani Abbasiyah. Wibawa yang turun di mata rakyat membuat sejumlah khalifah Bani Abbasiyah tidak berdaya melawan negara-negara pemberontak itu.

Bani Abbasiyah menuju keruntuhan ketika muncul pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang Syiah dan kekuatan-kekuatan di luar wilayah Bani Abbasiyah. Puncak dari itu semua terjadi ketika tentara Mongol menyerbu Bagdad pada tahun 1258 dan menghancurkan peradaban yang telah dibangun ratusan tahun itu. 

Sejak itulah, kekuasaan Bani Abbasiyah dinyatakan tamat. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memerintah setelah tahun itu tidak lebih dari boneka-boneka simbol tanpa kekuatan demi menghormati ajaran Rasulullah yang menerangkan bahwa khalifah harus berasal dari Quraisy. Mereka menjadi bahan permainan dan olok-olok di antara kekuatan-kekuatan yang menguasai negeri-negeri kaum muslimin saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar