Laman

Sabtu, 08 Desember 2012

Bani Umayyah


Ketika kepemimpinan kaum muslimin berpindah tangan ke Mua'awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu 'anhu, pusat pemerintahan segera berpindah ke Damaskus, di Syam. Meski demikian, Madinah, Makkah, dan Kufah di Irak masih menjadi pusat perkembangan intelektual pada waktu itu. Para sahabat Rasulullah yang masih hidup banyak bermukim di ketiga kota itu.

Berbeda dengan pemerintahan khalifah yang empat, pemerintahan Mu'awiyah bin Abi Sufyan memulai suatu corak pemerintahan baru, yaitu corak kerajaan Arab Islam. Mu'awiyah adalah salah seorang keturunan Umayyah bin Abdil Syams. Mereka semua adalah anggota suku Quraisy yang terkenal itu.

Satu hal yang mesti dicatat adalah pemerintahan mereka tetap dianggap sebagai pemerintahan kekhalifahan dalam Islam. Mereka masih memenuhi syarat mutlak bagi suatu kekhalifahan, yaitu suku Quraisy. Rasulullah telah menetapkan bagi umat Islam bahwa kekhalifahan hanya menjadi hak orang-orang Quraisy.

Akidah Islam Masa Bani Umayyah

Akidah yang benar diwariskan dari zaman Rasulullah hidup. Para sahabat Rasulullah mengajarkan dan menyebarkan akidah tersebut seiring dengan penempatan mereka di daerah-daerah yang baru dibuka. Tidak jarang khalifah-khalifah yang empat memilih sahabat-sahabat Rasulullah yang berilmu sebagai pemegang jabatan gubernur di daerah-daerah baru tersebut.

Akan tetapi, sejak masa pemerintahan Usman bin Affan, kelompok-kelompok yang menyimpang mulai bermunculan. Khawarij adalah kelompok menyimpang yang pertama kali muncul. Tidak hanya para pelaku berdosa besar yang mereka kafirkan, para sahabat Rasulullah yang masih hidup pun mereka kafirkan.

Kelompok Khawarij terus eksis, meski pada masa pemerintahan Ali sempat ditumpas. Selama masa pemerintahan khalifah-khalifah Bani Umayyah, mereka terus berkembang dengan menyedihkan. Di antara mereka terjadi perpecahan yang terus menerus. Ironisnya, antar pecahan mereka itu terjadi saling mengafirkan. Perpecahan tersebut terkadang diiringi dengan peperangan antara mereka, baik dalam skala kecil ataupun besar.

Seperti sisi koin yang lain, pada masa Ali, muncul pula kelompok Syiah yang memiliki akidah menyimpang. Mereka berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah meninggal dunia. Mereka yakin, Abu Bakar dan Umar telah mencuri hak itu dari Ali. Pada tingkat tertentu, sebagian mereka justru menganggap Abu Bakar dan Umar telah kafir karena telah menjadi khalifah sebelum Ali.

Bermula dari keyakinan seperti itu, akidah tersebut dikembangkan menjadi sebuah ajaran agama tersendiri. Mereka memiliki kitab suci sendiri. Sebagian mereka, bahkan, meyakini bahwa Ali-lah Tuhan semesta alam. Terkait dengan pemerintahan Bani Umayyah, Syi'ah meyakini bahwa Mu'awiyah dan keluarganya adalah musuh mereka. Bersama kelompok khawarij, mereka selalu merongrong pemerintahan Bani Umayyah.

Akidah Jahmiyah kemudian mempengaruhi akidah kelompok Murjiah dan Mu'tazilah. Kedua kelompok ini muncul pertama kali pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Bahkan, beberapa khalifah Bani Umayyah terpengaruh akidah dua kelompok ini.Murjiah adalah kelompok menyimpang yang menganggap bahwa amal ibadah tidak termasuk ke dalam bagian iman. Iman, menurut mereka, cukup dengan keyakinan dalam hati. Sebagian dari mereka malah meyakini bahwa iman cukup dengan ucapan di bibir tanpa keyakinan di dalam hati.

Mu'tazilah adalah kelompok yang dinisbatkan kepada Washil binti 'Atha. Mereka meyakini bahwa Allah hanya punya nama, tetapi tidak memiliki sifat-sifat. Seperti Jahmiyah, mereka yakin bahwa Al-Qur'an bukan kalam Allah. Juga seperti Khawarij, mereka yakin bahwa siapa pun yang melakukan dosa besar kafir yang jika mati dan belum bertaubat, maka dia akan kekal di Jahannam.

Di antara sahabat-sahabat Rasulullah yang terakhir meninggal dunia terdapat beberapa orang yang menyaksikan kemunculan kelompok Qadariyah. Kelompok ini termasuk kelompok yang menyimpang dalam Islam. Tokoh terkenal kelompok ini adalah Ma'bad Al-Juhani yang bermukim di Basrah, Irak.

Mereka yakin, semua yang dilakukan oleh manusia adalah hasil usaha manusia itu sendiri. Allah sebagai penguasa alam semesta tidak ikut campur-tangan sama sekali. Dengan kata lain, takdir Allah tidak ada. Selama masa kekhalifahan Bani Umayyah, kelompok ini berkembang meski sering dalam skala yang kecil dan turut memengaruhi akidah-akidah kelompok menyimpang yang lain.

Kemunculan kelompok Qadariyah memancing kemunculan kelompok Jabbariyah. Kelompok ini adalah kelompok menyimpang yang menganggap bahwa semua yang terjadi di alam semesta ini adalah perbuatan Allah. Makhluk-makhluk yang ada tidak memiliki kehendak sama sekali, seolah-olah dipaksa untuk berbuat oleh Allah. Mereka yakin, para makhluk seperti sehelai bulu yang diterbangkan angin ke mana pun bertiup.


Pencapaian-Pencapaian Bani Umayyah

Mu'awiyah bin Abi Sufyan menjadi orang yang memulai perjalanan Dinasti Umayyah (Bani Umayyah) di panggung kekuasaan. Dinasti ini memegang kekhalifahan selama kurang lebih 90 tahun. Dalam rentang waktu kurang dari seabad itu, Islam disebar ke wilayah geografis yang lebih luas. Peradaban Islam—yang seperti terhenti oleh pertikaian-pertikaian sebelumnya—berkembang kembali. 

Mu'awiyah sendiri, dalam sejarah, akan dicatat sebagai khalifah terbaik Bani Umayyah. Setelah itu, baru khalifah Umar bin Abdil Aziz. Kekhalifahan Bani Umayyah mulai mengalami kemunduran setelah dirongrong oleh akftivitas khawarij dan sejumlah pemberontakan yang muncul dari kelompok-kelompok sempalan dalam Islam. 

Mu'awiyah, sebagai khalifah Bani Umayyah pertama, menyadari bahwa modal pertama untuk membangun sebuah peradaban yang maju adalah keamanan dalam negeri. Beliau mengupayakan hal itu sebagai langkah pertama pemerintahannya. Cara pandang seperti itu rupanya menjadi contoh bagi khalifah-khalifah selanjutnya.

Untuk itulah, pada tahun-tahun pertama pemerintahannya, beliau mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan pihak Romawi. Dengan demikian, diharapkan ancaman-ancaman dari luar untuk sementara waktu dapat diredam. Fokus perhatian adalah ancaman-ancaman bersenjata yang datang dari sisa-sisa Khawarij yang belum ditumpas oleh khalifah Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma dan kelompok Syiah.

Pemberontakan kelompok Khawarij dan Syiah banyak menumpahkan darah kaum muslimin. Di tengah keredaan ancaman-ancaman dari mereka itu, para khalifah Bani Umayyah meneruskan usaha pembukaan daerah-daerah baru. Mereka menaklukkan daerah-daerah yang membentang dari delta sungai Indus dan Tashken di belahan timur bumi sampai ke batas Konstantinopel dan semenanjung Iberia (Andalus) di belahan barat bumi.

Seiring perluasan wilayah kekuasaan, pemerintahan Bani Umayyah mencari cara efektif untuk menjalankan pemerintahan mereka. Untuk itulah, mereka mengadakan perbaikan-perbaikan sistem administrasi. Dari daerah-daerah yang baru mereka taklukkan, sedikit-banyak mereka telah belajar tentang administrasi pemerintahan. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah juga, pertama kali muncul sistem pos yang menjadi cikal bakal perposan di zaman kita ini.

Kegiatan sehari-hari administrasi pemerintahan menggunakan bahasa Arab. Para pegawai pemerintahan yang direkrut dari penduduk daerah-daerah baru diharuskan menguasai bahasa Arab. Pengaraban seperti ini dikenal lewat sebutan Arabisasi administrasi. Salah seorang khalifah yang menggiatkan Arabisasi ini adalah khalifah Abdul Malik bin Marwan.

Yang tidak kalah menarik adalah sistem pertukaran barang. Pemerintahan Bani Umayyah memperkenalkan kepada umat Islam mata uang Islam. Dengan mata uang ini, penduduk di wilayah kaum muslimin dapat melakukan kegiatan-kegiatan perdagangan dengan lebih efektif dan praktis. Sebelum itu, mereka hanya menggunakan uang emas atau perak Romawi dan Persia.

Pembangunan sarana-sarana umum menjadi semacam program wajib bagi setiap pemerintahan di mana pun. Sejarah mencatat dan menyimpulkan hal ini. Pemerintahan Bani Umayyah termasuk pula yang giat mengadakan sarana-sarana umum itu. Masjid, perpustakaan, jaringan jalan raya, dan bendungan air adalah beberapa di antara contoh sarana-sarana umum yang dibangun mereka.

Khusus pendidikan dan pengajaran, di wilayah kekuasaan Bani Umayyah, pelajaran Qur'an menjadi prioritas bagi pendidikan dasar. Kuttab-kuttab banyak ditemukan di kota-kota tua kaum muslimin saat itu, seperti Makkah dan Madinah di Jazirah Arab juga Kufah dan Basrah di Irak. Kota-kota baru kaum muslimin perlahan-lahan juga mengikuti perkembangan tersebut.

Pelajaran hadits menjadi catatan sendiri yang berbeda dari pelajaran Qur'an. Meneruskan tradisi yang sudah berkembang sejak masa pemerintahan khalifah-khalifah yang empat, pelajaran hadits menjadi semacam pendidikan lanjutan bagi seseorang yang telah mempelajari Qur'an. Untuk mendapatkan hadits, seseorang mesti menyiapkan bekal. Ia mesti melakukan perjalanan jauh menuju kota-kota tertentu yang banyak didiami oleh guru-guru hadits. Guru-guru tersebut biasa dikenal dengan sebutan muhaddits. Karena itulah, perhatian terhadap pelajaran hadits jauh lebih sedikit daripada Qur'an.

Kemunduran Bani Umayyah

Ada banyak faktor yang membuat pemerintahan Bani Umayyah mundur. Masing-masing faktor saling memengaruhi dan menggerogoti kekuasaan Bani Umayyah. Satu hal yang tidak dapat dilupakan adalah wibawa khalifah mengalami kemerosotan. Hal ini ternyata banyak didorong oleh sikap beragama mereka yang berkurang. 

Kelompok-kelompok menyimpang dalam Islam adalah ancaman yang terus hidup di dalam negeri. Mereka menyebarkan akidah-akidah mereka di tengah-tengah kaum muslimin. Akibat lebih jauh, berkembang di tengah-tengah mereka sistem hidup yang bukan berasal dari Islam.

Dalam kacamata sarjana Barat, sistem hidup tersebut dinilai sebagai ruh positif yang mendorong kemunculan filsafat, seni, dan pengetahuan yang tidak pernah dikenal pada zaman Rasulullah dan para sahabatnya. Kita bisa lihat dari penemuan-penemuan yang muncul pada masa Bani Umayyah dalam bidang seni lukis, seni musik, dan seni arsitektur. Semua itu ternyata banyak yang bertentangan dengan akidah Islam yang sahih.

Kemampuan ekonomi yang melonjak naik pada waktu itu akibat penaklukan daerah-daerah baru menjadikan sistem hidup yang betentangan dengan Islam yang benar berkembang dengan baik. Ironisnya, banyak khalifah Bani Umayyah yang justru menjadi sponsor akan itu dan bahkan memberikan contoh kepada rakyat mereka. 

Di sisi lain, beberapa khalifah Bani Umayyah kurang tertarik untuk menangani masalah keagamaan di daerah-daerah baru kaum muslimin. Meski pada dasarnya masih terdapat para ulama yang berakidah benar di kota-kota besar kaum muslimin dan aktif menasehati mereka, secara umum keadaan yang berkembang mendorong secara luas kemunduran itu.

Ironisnya, kekaisaran Romawi yang sering digempur oleh kaum muslimin waktu itu memang sedang mengalami proses kemunduran pula. Tanpa menghadapi ancaman berarti dari luar, Bani Umayyah mundur dan tenggelam oleh kesalahan-kesalahan sendiri. Umat Islam secara khusus, pada waktu itu, mengalami kemunduran tanpa mereka sadari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar